Thursday 9 January 2014

Kunci Ajaib, Membuka Gerbang Mimpi



Saya sangat kagum dengan quote, "Bermimpilah, maka mimpi itu akan menjemputmu". Dulu ketika saya kecil, saya selalu saja menghapus mimpi, karena larangan, bahwa bermimpi terlalu tinggi akan membuatmu jatuh dan jatuh nya akan terasa sangat sakit.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi6EQdtv364meI1hax0VBTzX7lqtMdGnxbKO-1dQ1A6Tdd34U8PmFpDr9oBTaGvmJO_eDZLo3d-GbTQMenCYJl_ujGukexEzBu05envE1W1xvv0Ii_SAXXD0-mMhmTan6cJrMesudnWCs8/s320/dreamy_twilight.jpg
sumber foto disini
Jadi ketika quote "Bermimpilah, maka mimpi itu akan menjemputmu" terbaca oleh saya dalam novel tulisan Andrea Hirata, saya langsung menyukainya. Mengapa? Karena sejak itu saya membangun mimpi untuk bisa mencapai keberhasilan.  


Mimpi itu kini bukan hanya untuk saya pribadi, melainkan juga untuk anak-anak saya dan anak-anak lain di negeri tercinta ini. Tentunya mimpi yang tidak hanya terbatas bermimpi namun disertai dengan usaha. Hal itu pula yang saya tanamkan pada anak-anak saya. Tidak ada kata tidak bisa, tapi tidak berusaha.

Apa sih mimpi saya? Baiklah, kalau bersedia, mari berbagi mimpi bersama saya. 
Saya terbiasa dengan rumus-rumus dan bahasa reaksi, maka saya akan membahas mimpi saya diawali dengan bahasa reaksi.

Dalam ilmu kimia ada istilah enzim dan koenzim. Dua senyawa penting yang akan sangat membantu reaksi-reaksi biokimia dalam tubuh atau reaksi kimia buatan lain.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjSuTD9a43OTJ0Li2ppENKcH9HL-bpkGVxiSa9ydhqEt-YUmQzs1e2rsOqFomqTW-jpV0mwY5eLvqRHpBW5b7bfynR_3UMBRI-OH4vpB_QF1xUvOJvxpPAQlFKa0ZDpdmLlVYbOQbGydaA/s320/gembok.jpg
Sumber foto disini
Enzim dan koenzim ibarat anak kunci dan gemboknya yang akan membuka jalan bagi reaksi dan mempercepat jalannya reaksi tersebut. Satu sifat enzim yang menarik adalah, bahwa enzim tidak habis dalam proses reaksi. 

Teori kunci dan gembok juga berlaku dalam kehidupan. Ada trik dan kunci untuk meraih kesuksesan. Kunci yang abadi dan selalu dibutuhkan dari masa kemasa, walau tergerus oleh modernisasi dan era komputer.

Indonesia yang sedang menggeliat membangun menaburkan mimpi dan harapan. Harapan akan masa depan yang menyejahterakan seluruh lapisan bangsa. Untuk itu, sebatas bubuk ajaib dan kata sim salabim tak mungkin bisa mewujudkannya. Dibutuhkan kunci yang tidak bisa secara instant kita dapatkan lalu dipaksa untuk menggunakannya. Kunci yang akan membawa bangsa ini menuju gerbang keberhasilan.

Satu poin yang dalam kaca mata saya, begitu penting untuk mencapai kesejahteraan bangsa adalah pemerataan mutu pendidikan.
http://www.anakvidoran.com/wp-content/uploads/2012/05/Hyperaktiv.jpg
sumber foto disini
Ya, selama sepuluh tahun ini saya mengasah nurani dan kepekaan terhadap anak-anak. Masa depan bukan hanya tentang bagaimana kita berhasil melakukan pencapaian. Tetapi juga bagaimana kita membentuk pewaris yang akan menghadapi masa depan dan tantangannya.


Lalu apa yang dibutuhkan untuk menjadikan mereka, anak-anak bangsa ini untuk menjadi tangguh?
Pemerataan mutu pendidikan adalah pondasi utama kemajuan suatu bangsa. Saya sengaja berkaca pada Finlandia sebagai negara maju dengan pencapaian keberhasilan pendidikan terbaik di dunia. Padahal mereka memiliki jam belajar yang jauh lebih sedikit dibandingkan negara-negara maju lain di dunia.
Why?
Jujur saja, sebagai ibu, saya pernah mengalami dilema ketika akan menyekolahkan anak saya. Wajar, kalau semua orang berfikir mendapat segala sesuatu yang terbaik, dengan pengeluaran seminimal mungkin. Begitupun ketika saya hendak memasukkan putera saya bersekolah. Namun, saya tidak akan berani bertaruh, bahwa mutu yang akan saya dapat tergantung bagaimana anak. 


Sekali lagi tidak. Karena anak adalah apa yang mereka serap dari lingkungan dan kami orang tuanya. Maka Bismillah, saya mengorbankan emas tabungan saya, untuk biaya masuk sekolahnya yang cukup mahal. Harapan saya adalah, anak saya mendapatkan bimbingan terbaik dari sekolah yang telah saya pilih. Apa yang kemudian bisa kita tangkap dari sini, adalah bahwa ada kekhawatiran dan kesenjangan mutu pendidikan di negeri ini, yang kerap membuat sebagian orang tua memutar otak, dimanakah mereka akan merelakan pendidikan anak-anak mereka. Jujur saya sendiri mengalaminya.

Saya semakin sensitif terhadap pendidikan dasar di negeri ini, ketika saya menjelajah mesin google. Dimana saya mendapatkan wacana menarik bagaimana Finlandia mengelola pendidikannya. Konon katanya disana, orangtua tidak perlu khawatir, dimanapun menyekolahkan anaknya, karena kualitasnya sama. 

Kualitas yang tentu saja dibina dengan kebijakan yang kontinu selama puluhan tahun. Saya bicara bukan mengenai bagaimana kualitas pendidikan disampaikan, karena Indonesia telah punya ratusan guru-guru berkualitas sejak dulu. Guru-guru dengan dedikasi dan kualitas yang bisa bersaing. Melainkan juga mengenai pemerataan kualitas infrastruktur, fasilitas dan metode yang dipakai.

Mengenai metode, saya merasa ada yang perlu kita lirik bersama. Sebagaimana kita tahu, anak-anak adalah pribadi yang dinamis, aktif dan mudah bosan. Menarik perhatian mereka butuh trik agar tidak memaksa dan terasa menyenangkan. Ketika saya ikut duduk bersama anak-anak membahas pelajaran sekolah, seringkali anak-anak bertanya tentang kata-kata dalam buku yang membingungkan. Misalnya ada penjelasan dengan kalimat "menurut para ahli"


Tuing... saya jadi tertawa sendiri. Apalagi dengan polosnya anak saya bertanya. "Kok ada ma? nama orang ahli?" Hal-hal kecil seperti ini yang terkadang terlewat. Membuat anak bingung, lalu malas membaca. 


Jujur saja, sejak kecil saya termasuk pemilih dalam hal bacaan, artinya saya bukan kutu buku. Jika buku yang saya baca tidak menyenangkan, saya tinggalkan. Saya lebih senang eksplore di alam. Dalam bahasa parenting lebih dikenal dengan bahasa kecerdasan naturalis. itulah mengapa saya memilih kuliah di Fakultas Ilmu Alam dan Matematika. Anak-anak saya ternyata banyak mewarisinya. Tentu banyak anak-anak juga mengalami permasalahan seperti saya, dan anak-anak saya.
sumber foto disini
Kembali lagi pada bayangan terhadap betapa memuaskannya pendidikan di Finlandia, saya kemudian penasaran, seperti apa mereka membentuk kemajuan pendidikan itu hari ke hari. Dengan tipe anak yang berbeda-beda, kecerdasan yang berbeda dan dengan jam belajar yang lebih sedikit. Namun hasilnya sempurna. Konon bahwa Finlandia begitu aktif dan selektif mendorong dicetaknya bacaan berkualitas bagi keluarga dan anak-anak. 

Gencar membudayakan membaca tidak hanya sekedar kata-kata penyemangat, namun diwujudkan dalam tindakan. Finlandia mencetak lebih banyak buku bacaan anak di banding negara manapun. 

Inilah salah satu anak kunci ajaib pembuka gerbang mimpi kita. Mimpi dan usaha itu mestinya beriringan. Ketika budaya gemar membaca di gaungkan, harus seiring pula dengan usaha, memberikan bacaan menarik dan unik agar anak gemar membaca. Cerita dan bacaan yang sering didengar anak sejak kecil punya andil besar dalam pembentukan karakter anak. 

Para ibu berperan besar sebagai guru pertama bagi anak-anak. Memberikan dongeng, memilihkan cerita dan buku terbaik atau bahkan berkarya sendiri dalam dongengnya. Bukan hal mustahil lho. Salah satu contohnya adalah aktifitas para ibu yang tergabung dalam Perempuan Penulis Kaltim. Yang berawal dari mimpi perlahan telah menelurkan bacaan-bacaan bermutu bagi anak-anak mereka sendiri. Usaha-usaha seperti inilah yang layak mendapat perhatian untuk mewujudkan mimpi pemerataan mutu pendidikan.

Jika budaya telah mendarah daging, bukan hal sulit untuk mewujudkan mimpi anak Indonesia cinta membaca. 

Huh, saya menarik nafas lega sementara. Satu kunci saya dapat. Bahwa jika ingin anak gemar membaca, maka budayakan sedini mungkin, contohkan dan pilihkanlah bacaan yang menarik. 

Namun di hari lain saya kembali terpekur, ketika putera saya bertanya, apa itu sawah? Apa di langit ada sungai? Masa iya ayam berasal dari telur? Mengapa saya berbeda dengan adik perempuan? Bagaimana cara iklan memotong film? dan masih begitu banyak lagi pertanyaan lain.

Wajar saja kemudian banyak sekali pertanyaan yang meluncur dari bibir mungil mereka. Televisi kebanyakan menayangkan sinetron, buku hanya sebatas teks dengan minim gambar dan orang tua meskipun tidak berkarir, terkadang sibuk dengan urusan dapur. Lingkungan tempat tinggal adalah komplek dengan lantai rapi tertutup semen, jauh dari persawahan dan kubangan lumpur. Tidak pernah pula melihat hewan ternak atau ayam peliharaan apalagi sampai menyaksikan ayam menetas. Tentu saja mereka kemudian jadi bertanya-tanya.
sumber foto disini
Oo..Oo.. ternyata anak semakin cerdas. Pertanyaannya sukar saya tebak, dan terkadang sulit di jawab, bahkan saya sendiri kadang tidak tahu jawabannya apa. Begitupun saat mereka membaca buku pelajaran mereka. Banyak sekali celotehan ringan yang meluncur menandakan, bahwa apa yang mereka baca belum mereka mengerti. 

Beruntung jika anak punya kemampuan bahasa verbal yang baik dan keberanian bertanya, namun lain soal jika anak lebih banyak diam. Angan saya berputar membayangkan hal itu. Saya mencoba sendiri metode praktikum semasa kuliah, pada anak. Misalnya ketika putera saya mempelajari klasifikasi daun, saya mengajaknya keliling komplek, "meminta-minta" daun tetangga dengan jenis pohon berbeda-beda. 

Atau ketika anak saya sedang belajar tentang lingkungan alam dan buatan, saya sengaja menggunakan tab, untuk menunjukkan seperti apa lingkungan ala dan buatan itu. Dan masih banyak lagi cara mempraktekkan materi yang sulit mereka pelajari. Hasilnya, anak-anak ternyata cepat sekali paham. Pemahamannya pun lebih melekat.


Metode mengurangi teks book dan memperbanyak praktek, jauh lebih menyenangkan bagi anak. Aha, ketemu lagi satu kunci ajaib. 


Dan kunci terakhir yang saya percaya adalah, jangan nomor satukan angka. Saya bukan termasuk tipe orang tua yang ambisius dengan angka. Bagi saya angka bukan jaminan anak-anak saya hebat. Angka hanya akan merusak metode belajar anak. Bagi saya, usaha anak-anak adalah harga luar biasa. Toh, tidak semua yang nilainya sempurna, ternyata orang kreatif. 

Bagi saya pribadi, kecerdasan adalah keunggulan pribadi dalam berfikir, kesungguhan dalam berusaha dan terutama merasa "enjoy" dengan apa yang sedang dikerjakan. Cerdas bagi saya adalah bisa memanfaatkan peluang dan kemampuannya dengan maksimal.

Dengan usaha dan niat yang kuat, apapun bidang yang anak-anak tekuni, suatu saat bisa menghasilkan dan memberikan mereka kehidupan. Jika maksimal dalam menari, kelak mereka bisa professional. Jika maksimal dalam tambak, kelak mereka bisa jadi pengusaha ikan terbaik. Jika maksimal dalam menyanyi, kelak mereka akan jadi penyanyi andal. Bahkan Origami. Jika maksimal mempelajari origami, kelak mereka bisa menjadi master.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjj8ifhRTlsOVS1EkmnuBgEw_IdInnnoVUUEB5xv-Sj7kvw160rF8YJDENy0YQsww0VPPoXvtQT8K9lqfsZhZOFeQBLtuckrAi0YHP1HsRoZe-7a_2eNuPuO4ij7eLOH3-zFXkHErvRmuY/s1600/anakpenghapalAlquran.jpeg
sumber foto disini
http://2.bp.blogspot.com/-2en8kWLpZZU/UPliMHQtX_I/AAAAAAAAABM/3vqkta9VG4U/s1600/anak%2Bjenius.jpg
sumber foto disini
http://3.bp.blogspot.com/-Fr3lI-YTNBU/UYGap2cMjxI/AAAAAAAAECo/pUI7zAEvA6k/s1600/anak%2Bcerdas.jpg
sumber foto disini
Bidang apa saja yang ditekuni, jika bersungguh-sungguh akan menjadi "ahlinya". Harapan saya, semoga trend ambisius angka hasil belajar semakin tenggelam di Indonesia. Berganti dengan motivasi dan penghargaan tertinggi pada usaha. Sebaliknya, justru yang perlu ditekankan adalah penanaman karakter dan pondasi akhlak yang baik. Karena hal ini adalah nilai manusia tertinggi. Dihadapan manusia dan Tuhan. Terlebih mengusung budaya ketimuran. 

Kini, saya semakin memantapkan mimpi bahwa kelak bisa merasakan kualitas pendidikan Indonesia sebanding dengan Finlandia. Yang adalah negara dengan kualitas pendidikan terbaik dunia, bahkan jauh lebih baik.



http://metrokota.go.id/?page=artikel_detail&&no=4
http://esqsmartplus.com/mengapa-finlandia-memiliki-sistem-pendidikan-terbaik-di-dunia/
http://blogsyahdu.wordpress.com/2013/03/07/perbedaan-pendidikan-di-indonesia-dan-finlandia/

No comments:

Post a Comment