Monday 28 April 2014

Bisnis Rakyat di Sepenggal Surga di Tanah Kalimantan


Saya sudah tinggal di Samarinda sejak tahun 1985. Setahun setelah saya dilahirkan. Meskipun ari-ari saya dilarung di sungai Amandit, namun rasa dan keruhnya air Mahakam, telah saya cecap sejak saya disapih.

Samarinda sudah menjadi tanah yang sulit saya lupakan, walau dengan segudang permasalahan yang menerpanya. Dari masalah banjir lumpur, semrawutnya drainase, bentang kabel diantara kabel listrik yang tak nyaman dipandang, permasalahan sosial dan pendidikan serta masih banyak lagi permasalahan kota, yang belum terselesaikan.

Kami mencintai Kalimantan, terutama Samarinda. Karena sudah separuh hidup dilalui di tanah ini. Sepenggal surga nya Indonesia. Walaupun tanahnya tidak bisa dikatakan subur untuk sebagian tanaman, namun dibalik lahannya, ada gunungan harta yang siap dilahap. Menggiurkannya tambang mineral dan berkilaunya batang-batang gelap kayu berharga miliaran.

Batu bara salah satu dari sekian kekayaan alam Kalimantan. Harta ini pula yang kemudian menjadi tunas masalah baru kota Samarinda. Data menyebutkan ada sekitar 300 lubang tambang menganga, yang cukup banyak menyebabkan kerusakan alam, pemicu banjir. Dari lubang-lubang tersebut entah berapa kah rupiah yang sudah berubah bentuk menjadi aset berharga pribadi. Menyisakan permasalahan yang membelit.

Foto dari sini

Sebagai penduduk yang sudah hampir 30 tahun menetap di Samarinda, saya rasa wajar jika dampak lingkungan ini cukup mengkhawatirkan penduduk. Pasalnya kami lah yang merasakan perubahan signifikan. Saban hujan datang, banjir yang lewat bukan lagi air.

Tetapi mau bagaimanapun, ketika kekayaan alam telah terkuak, pasti ada keinginan untuk menjualnya. Apalagi kalau bukan untuk alasan rupiah. Oleh siapapun harta tersebut ingin digali, tetap saja mau tak mau harus terkeruk. Lahan hutan yang penuh kanopi akan tergerus alat berat. Lalu rupiah demi rupiah mengalir demi perubahan.

Disisi lain, pengerukan lahan besar-besaran juga dilakukan untuk kepentingan pembangunan perumahan, pembukaan lahan perkebunan dan aktifitas lainnya. Ini memang sebuah dilema, yang sudah kita lalui.

Saya hanya penduduk dan orang kecil yang ikut makan di kota ini. Besar harapan, untuk tetap merasa nyaman walau hujan mengguyur. Saya tidak berfikir seharusnya apa dan bagaimana bisnis besar berjalan. Keinginan saya sederhana, agar motor butut saya tidak lagi mogok, karena banjir lumpur yang berkali-kali harus saya alami.

foto dari sini
Saya juga bukan orang pintar, yang pantas mengajari bagaimana dampak lingkungan tidak hanya di atasi dengan dengan cara "manis", namun juga elegan. Sehingga pedagang kecil seperti kami tetap bisa ikut makan di kota ini.

Keberlangsungan Usaha

Disisi lain semua masalah yang berlangsung, kehidupan mesti terus berjalan. Sebagai anak yang terlahir dari keluarga pedagang, saya paham pola pikir pedagang. Pola pikir ini sudah pasti pula dimiliki para pemilik tambang. Keuntungan adalah tujuan besar dari sebagian besar pedagang.

Saya berpikir, tentu ada jalan keluar yang brilian, membangun bisnis lain seiring maraknya pertambangan. Sehingga ketika pertambangan tertinggal bekasnya saja, tidak akan menjadi lahan tandus tanpa hasil. Namun dengan keterbatasan saya, hanya sempat terpikirkan hingga disana.

foto dari sini
Pertambangan migas dan mineral memang begitu menggiurkan. Namun harta ini suatu waktu bisa habis. Tersisa tinggal lah kerusakan alam. Tentu saya tidak ingin anak cucu kelak mengalami dampak alam melebihi saya. Alangkah indahnya ketika bisnis besar ini berjalan seiring perencanaan bisnis baru.

Harapan saya adalah bekas-bekas lahan tambang yang sudah mati, bisa menjadi gudang uang kembali. Ada ide yang mungkin terdengar konyol, gara-gara hobi menonton drama korea, saya berkhayal seandainya bekas-bekas lahan tersebut disulap menjadi sebuah resor mewah. Kemudian menarik wisatawan. Bukankah sektor pariwisata juga sangat menggiurkan.

Buktinya Malaysia mampu menarik banyak uang dari sektor pariwisata, dengan slogan the Truly Asia. Padahal seberapa sih luas hutan Malaysia? Kalimantan dulu punya hutan yang jauh lebih luas. Dulu.

Seorang teman yang pernah berkunjung ke sebuah taman hutan di Malaysia berkata slogan mereka bukan omong kosong. Semuanya tertata apik dan sangat indah untuk dinikmati. Dipadu tata kota mereka yang menawan. Wajar kalau kemudian keindahan yang mereka tawarkan menjadi ringgit yang tidak sedikit.

Tapi, kalau Samarinda terus banjir, siapa juga wisatawan yang mau datang? hahaha.... saya jadi tertawa sendiri. Ini hanya khayalan saya sebagai penulis. Saya akan terus menunggu kerja keras pemerintah daerah, yang sedang berusaha dalam mencari dan mengerjakan solusi banjir yang saya keluhkan tadi.

Back to bisnis. Kembali membahas usaha. usaha kecil tentunya. Bagaimana caranya, pebisnis kecil seperti kami tetap bisa makan di Samarinda. Selalu ada jalan jika ada keinginan. Dalam buku A. Fuadi, ditulisnya Man Jadda Wa Jadaa.

Usaha itu kini mulai giat dijalankan. Beberapa uji coba perikanan dilakukan, misalnya yang telah di uji di Telaga Batu Arang, lokasi bekas tambang di daerah Sangatta. Ternyata hasilnya sangat menggembirakan. Uji terhadap hasil panen yang di lakukan di laboratorium Univeritas Mulawarman pun menyatakan, ikannya aman untuk di konsumsi. Kandungan logam berbahaya yang di deteksi menyatakan layak makan.
foto dari sini

Usaha-usaha seperti ini yang diharapkan oleh masyarakat. Hasil ini memberi angin segar dan inspirasi baru, bahwa lahan-lahan bekas tambang bisa memberi manfaat lebih terhadap masyarakat. Memberikan rupiah yang bisa mensejahterakan masyarakat secara berkelanjutan.

Tentunya jalan ini membutuhkan kerja keras dan bantuan besar dari banyak pihak, termasuk pemerintah untuk mewujudkan dalam skala lebih besar. Come on Samarinda, jangan terus terpuruk dan saling menyalahkan. Begitu banyak yang bisa kita lakukan untuk terus maju dan memberikan yang terbaik. Selama ada keinginan pasti ada jalan.




Sumber Referensi :
http://www.bibitikan.net/petani-di-kaltim-sulap-lahan-pertanian-menjadi-tambak-ikan/
https://id.berita.yahoo.com/samarinda-menuju-kota-seribu-lubang-tambang-135131719.html
http://www.kaltimpost.co.id/berita/detail/39446/samarinda-ikut-terkepung.html 
http://www.antarakaltim.com/print/20059/menyulap-kubangan-tambang-jadi-kolam-budidaya-ikan
http://www.metro7.co.id/2012/03/air-bekas-tambang-aman-untuk-perikanan.html

 



2 comments:

  1. sedih banget melihat sedikit demi sedikit kekayaan alam terkuras dan efeknya gak bagus, ya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mbak, kami merasakan langsung dampaknya... Berharap yang terbaik saja :)

      Delete